Rabu, 06 April 2016

Kebaktian Rumah Tangga



MENGAPA KEBAKTIAN RUMAH TANGGA HARUS DILAKUKAN?
Sebuah Refleksi untuk menyambut Tahun Keluarga HKI 2016
Oleh: Pdt. Jansen Simanjuntak, MTh, MM
Kadep Marturia Kantor Pusat HKI

            Di banyak rumah tangga Kristen, kebaktian rumah tangga sudah sering dilakukan. Ada yang setiap malam mengadakannya ada yang dua atau tiga kali seminggu, ada pula yang tidak teratur. Namun, masih banyak pula yang belum membiasakan melakukan kegiatan tersebut. Mungkin saja tidak tahu apa sebenarnya kebaktian rumah tangga itu?
            Yang dimaksud dengan kebaktian rumah tangga adalah kebaktian yang dilakukan secara rutin di rumah tangga, yang diikuti seisi rumah dan dipimpin salah seorang anggota rumah tangga tersebut. Yang disebut “rumah tangga” dapat berupa suatu keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak. Dapat pula sekelompok orang, seperti beberapa mahasiswa, yang tinggal bersama disuatu rumah. Biasanya acara relatif singkat sebab berlangsung sekitar 30 menit.

Kebaktian Rumah Tangga ?
            Sedikitnya ada tiga alasan mengapa kebaktian rumah tangga itu harus dilakukan setiap rumah tangga Kristen. Pertama, sebab hal itu merupakan pelaksanaan perintah Tuhan. Kedua, karena kegiatan itu merupakan kebutuhan, dan ketiga, karena kebaktian itu besar manfaatnya:
1.    Tuhan merindukan kita untuk selalu mengadakan persekutuan untuk memuliakanNya. Kebaktian rumah tangga adalah salah satu bentuk dari persekutuan itu.
2.    Untuk memerintahkan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka mengenai Hukum Allah (Ulangan 6:7). Melalui kebaktian seperti itu diharapkan para orang tua dapat melaksanakan perintah itu.
3.    Kita perlu mendengar firman Tuhan sebagai “santapan” rohani kita sama seperti kita perlu makan nasi dan sejenisnya untuk jasmani kita. Sama halnya, adalah baik sekali bila seisi rumah bersama-sama mendengar Firman Tuhan sebagai makanan rohani di kebaktian rumah tangga.
4.    Kita perlu berkomunikasi yang tetap dan teratur dengan Tuhan. Kita perlu mengucap syukur atas hal yang kita terima; kita menyampaikan keluhan atas masalah atau persoalan yang kita hadapi dan memohon pertolongan untuk mengatasinya. Di samping itu, kita juga perlu mendengar Tuhan berbicara kepada kita. Melalui berbagai acara pada kebaktian rumah tangga, disitulah komunikasi berlangsung.
5.    Dengan mengadakan kebaktian rumah tangga kita terbiasa membaca Alkitab, menyanyikan lagu lagu rohani atau mendengar kesaksian orang lain. Kita akan lebih dekat kepada Tuhan, lebih peka terhadap suara Tuhan, lebih tau apa saja yang menjadi keinginanNya dan apa saja yang dibenciNya.
6.    Kegiatan kebaktian rumah tangga mempererat hubungan batin antara sesam anggota keluarga seperti antara suami dengan istri, antara orang tua dengan anak serta antara sesama anak-anak atau sesama peserta. Misalnya, ketika membahas pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari dan perikop yang baru saja dibaca, pembicaraan dapat berkembang ke hal-hal lain. Bila sifat komunikasinya waktu itu adalah timbal balik, di mana setiap yang hadir dapat mengutarakan pandangan dan tidak seorang pun mendominasi pembicaraan atau merasa paling tahu, acara akan menjadi bermanfaat. Dengan seringnya berkomunikasi, hubungan batin akan tambah erat. Soalnya, tidak selalu ada kesempatan di antara sesama anggota rumah tangga untuk saling berbicara.
            Jadi sesungguhnya kebaktian rumah tangga itu selain mempererat hubungan antara kita dengan Tuhan, juga mendekatkan kita dengan sesama anggota rumah tangga kita atau sesama peserta kebaktian.

Mengadakan Kebaktian?
            Lalu apa saja yang dilakukan pada kebaktian rumah tangga? Atau, apa saja acara di kebaktian tersebut? Dapat bermacam-macam. Namun sedikitnya harus ada  pembacaan Alkitab dan doa. Selain kedua butir itu, dapat saja ada acara bernyanyi satu atau lebih lagu rohani; menjelaskan atau mengupas perikop Alkitab yang harus dibaca, berbagi pengalaman (sharing).
            Perikop Alkitab yang dibaca dapat dipilih sendiri atau menurut petunjuk dari Almanak yang berisi bacaan tiap hari berdasarkan ayat Alkitab. Atau buku renungan harian yang banyak ragamnya yang dapat ditemukan di Toko-toko buku Kristen atau di beberapa Gereja. Acara kebaktian keluarga (pagi dan malam) sudah disediakan oleh Departemen Marturia HKI dan berencana akan mencetak buku kumpulan renungan dalam tahun ini. Ada juga buku renungan yang isinya adalah bacaan untuk periode satu bulan harganya Rp.5000-Rp.10.000 seperti “Manna Sorgawi atau Renungan Bulanan”. Jadi sangat murah.
            Bila perikop yang akan dibaca dipilih sendiri, ada beberapa cara yang digunakan. Ada keluarga yang memilih membaca secara urut mulai dari buku pertama (Kitab Kejadian) sampai buku terakhir (Kitab Wahyu), yang sering disebut pembacaan Alkitab secara Kanonis. Ada yang tergantung dari topik yang telah disepakati bersama terlebih dahulu misalnya, mengenai dosa asal atau mengenai kematian Jesus), ada pula yang memilih secara acak (jadi Alkitab asal dibuka saja dan perikop yang tertangkap oleh mata, itulah yang dipilih).
            Kelebihan membaca perikop berdasarkan buku renungan harian di bandingkan memilih sendiri, kita dapat memperoleh penjelasan mengenai perikop dari buku renungan tersebut. Harus diakui tidak semua orang mampu memberi penjelasan mengenai perikop yang baru dibaca. Tentu saja pada runah tangga yang salah satu anggotanya mampu menjelaskan isi perikop, tentulah lebih beruntung sebab tidak perlu tergantung pada buku renungan harian.
            Ada juga kebaktian rumah tangga yang secara bersama mengulas perikop yang dibaca. Ada pula yang diberi kesempatan kepada peserta untuk memberikan pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain. Kegiatan-kegiatan serupa itu bagus sekali sebab dapat saling menumbuhkan iman sesama peserta sekaligus membiasakan diri untuk mengemukakan pendapat. Namun saya anjurkan, marilah kita secara teratur membaca Firman Tuhan sesuai nats harian yang sudah ditentukan di Almanak HKI.
            Mengenai menyanyi lagu rohani, hal itu tergantung dari setiap rumah tangga. Bila seisi rumah tangga senang bernyanyi, dapat saja menyanyi beberapa lagu. Tetapi bila kurang senang bernyanyi, boleh hanya satu lagu atau tidak ada sama sekali. Hanya saja, bila kebaktian diawali dengan bernyanyi, perasaan peserta kebaktian akan terangkat dan lebih siap ketika masuk ke dalam acara utama.
            Soal kapan kegiatan itu dilakukan, idealnya adalah setiap hari. Kalaupun tidak mungkin, sebaiknya dalam seminggu dilakukan dua atau tiga kali. Lalu, bagusnya kegiatan itu dilakukan tetap pada waktu yang sama. Misalnya, setiap sesudah makan malam. Atau, pagi-pagi sebelum para anggota rumah tangga berangkat ke sekolah atau bekerja. Yang penting adalah waktu dimana sebanyak mungkin anggota rumah tangga ada dirumah dan dapat mengikuti kebaktian, bila kegiatan itu dilakukan selalu pada waktu yang tepat, seisi rumah akan membiasakan diri menyisihkan waktu itu untuk kebaktian dan tidak akan menggunakannya untuk keperluan lain.

Perlu diperhatikan
             Ada yang perlu diperhatikan bila mengadakan kegiatan rumah tangga:
1.    Bila selama ini kita tidak mengadakan kebaktian rumah tangga di rumah dan ingin memulainya, mungkin timbul rasa enggan karena takut diherani orang, kok, tiba-tiba mengadakan kebaktian rumah tangga? Rasa enggan ini sering menjadi penghalang bahkan mampu mematikan niat untuk mulai mengadakan kebaktian. Untuk mengatasinya mungkin diperlukan bantuan orang lain. Misalnya, bila parhalado pada setiap kesempatan menganjurkan warga untuk mengadakan kebaktian rumah tangga, dapat kita katakana; “seperti yang dianjurkan parhalado, ayo kita adakan kebaktian rumah tangga”. Begitu dimulai, penghalang psikologis itu biasanya akan hilang.
2.    Bila kita sudah mulai mengadakan kebaktian rumah tangga, pastikanlah bahwa kegiatan itu tetap berlangsung. Kadang-kadang, dapat terjadi ketika waktu untuk kebaktian telah tiba, ada penghalang yang timbul. Misalnya, kedatangan tamu atau salah seorang anggota rumah tangga sibuk dengan tugas atau pekerjaan atau harus pergi atau acara TV menarik dan sebagainya. Bila ada tamu, ajaklah mereka untuk ikut. Kalau acara yang ditampilkan di Televisi menarik, kuatkan hati untuk mematikan pesawat TV. Kalau ada yang sangat sibuk, ingatkan dia dengan bijaksana bahwa bersekutu dengan Tuhan adalah diatas segala-galanya, mumpung Tuhan masih bersedia. Bila ada anggota yang tidak mengikuti dan harus pergi, tetap laksanakan kebaktian itu dengan anggota yang ada.
3.    Ada masa dimana kejadian kebosanan untuk mengadakan kebaktian rumah tangga. Ada saja alasan yang rasanya sangat tepat untuk tidak mengadakan kebaktian. Harap berhati-hati mengenai hal itu sebab bila sempat berhenti, sering sukar untuk memulainya lagi. Rasa bosan timbul bila kegiatan tersebut terasa sudah menjadi rutin. Perlu dihindarkan mengadakan kebaktian bukan karena sudah tiba waktunya, tetapi karena di dorong oleh rasa rindu. Membuat variasi dari acara kebaktian dapat mencegah kebosanan. Misalnya, pembawa acara berganti-ganti setiap malam atau setiap minggu; buku nyanyiannya diganti; alat music untuk mengiringi menyanyi diganti dan sebagainya (jika memungkinkan)

            Ingatlah bahwa bila kita sampai berhenti mengadakan kebaktian, atau kegiatan apa saja yang bertujuan mendekatkan diri kepada Tuhan, itu adalah hasil usaha keras iblis. Dia berusaha sekali untuk menarik orang yang ingin dekat kepada Tuhan, sebab setiap satu jiwa yang masuk dalam kelompok anak Tuhan berarti satu jiwa yang hilang dari kelompol anak iblis. Sebab itu, berusahalah terus agar sekali kebaktian rumah tangga kita mulai jangan sampai berhenti.
            Akhirnya, diharapkan warga HKI akan sependapat bahwa kebaktian rumah tangga itu perlu diadakan secara teratur di rumah tangga masing-masing warga HKI. Mari sambut dan imani Tahun Keluarga HKI 2016, yang bertemakan: Hidup bersama keluarga Allah (Living together in the household of God, Efesus 2:19-22), sehingga seluruh warga dan pelayan HKI menjadi keluarga yang kuat iman. Terpujilah Tuhan, kekal dan untuk selama-lamanya. Syalom, Tuhan Yesus memberkati!
--- xxx ---

Sejarah SIngkat Gereja HKI



Sejarah Singkat Gereja HKI

HOERIA CHRISTEN BATAK ( H.CH.B )
 ADALAH GEREJA MANDIRI YANG PERTAMA


1. Berdiri 01 Mei 1927
Sejak Tahun 1907 sudah ada jemaat yang dirikan oleh RMG di Pematang Siantar (Jalan Gereja sekarang), dan jemaat ini menjadi pusat utama para Misioner RMG di Sumatera Timur. Akan tetapi, warga Jemaatnya banyak yang tersebar disekitar pinggiran kota Pematang Siantar, termasuk daerah pantoan yang jaraknya kurang lebih 04 km dari gereja ini. Jemaat di Pantoan ini berjumlah 25 KK,  termasuk F. Sutan Malu Panggabean salah seorang warga sekaligus tokoh masyarakat.
Mempertimbangkan sulitnya beribadah ke Gereja di Pematang Siantar dengan Jalan kaki, maka F. Sutan Malu Panggabean (yang adalah lulusan Sekolah Guru Seminari Sipaholon tahun 1909) mengusulkan agar didirikan satu jemaat baru di Pantoan. Usul ini ditolak oleh Pdt. R. Scheneider (Missionari RMG) di Gereja Pematang Siantar.
Sejalan dengan lahirnya hari kebangkitan Nasional melalui pendirian Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan didorong oleh keinginan kemandirian Gereja dari RMG, serta penolakan mendirikan Jemaat Baru di Pantoan oleh Misionaris RMG di Pematang Siantar, adalah menjadi salah satu alasan untuk mendirikan satu gereja baru di Pantoan yang kemudian disebut Hoeria Christen Batak (H.Ch.B).
Sebenarnya, sejak tahun 1927, F.P.Sutan Malu sudah mulai melakukan kebaktian Minggu dirumahnya di daerah Pantoan Pematang Siantar. Akan tetapi, baru pada tanggal 01 April 1927 membuat surat pemberitahuan resmi kepada pemerintahan. Alasan utama mendirikan Gereja ini (disamping alasan yang disebut di atas) dinyatakan oleh F. Sutan Malu Panggabean pada waktu beliau ditanyai oleh Pejabat Pemerintah Simalungun, adalah Firman Tuhan yang tertulis dalam Yakobus 1:22 : “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku Firman dan bukan hanya pendengar saja jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”. Dari alasan yang dikemukakan ini nampak dengan jelas bahwa pendirian Gereja HChB yang memperluas namanya menjadi HKI adalah untuk menyelenggarakan Pekabaran Injil (Marturia), persekutuan (Koinonia), dan Pelayanan Kasih (Diakonia).

2. Perkembangan Mula-mula
Sambutan masyarakat Kristen Batak terhadap H.Ch.B di Pematang Siantar dan sekitarnya sangat luar biasa. Dalam kurun waktu relative singkat (8 Tahun), yaitu pada masa 1927-1930 terdapat 5 Jemaat dengan 220 Kepala Keluarga, dan pada masa 1931-1933 jumlahnya bertambah menjadi 47 Jemaat dan pada masa 1933-1935 jumlahnya sudah mencapai lebih dari 170 Jemaat. Dari daerah Pematang Siantar dan sekitarnya, pada masa 1931-1942, Gereja HChB sudah menyebar sampai ke Daerah Deli Serdang, Tapanuli didaerah Humbang, Sipahutar, Pangaribuan, Silindung sekitarnya, Patane Porsea atau Toba Holbung sekitarnya, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sidikalang, atau Dairi sekitarnya, Tanah Alas dan sekitarnya. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa gerakan kemandirian Gereja itu tidak hanya terjadi diPematang Siantar dan sekitarnya, tetapi juga di Medan. Demikianlah pada tanggal 5 Agustus 1928 oleh 123 orang warga jemaat RMG mendirikan satah satu Jemaat baru di Medan yang disebut “Hoeria Christen Batak Medan Parjolo” (HChB Medan I). Karena banyak yang tidak senang atas pendirian Gereja Baru ini, maka kelompok yang tidak senang ini menamai mereka “Partai 123”. Sebutan ini dimaksud untuk mendiskreditkan Gereja Baru ini sebagai partai politik bukan Gereja. Jermaat inilah yang menjadi jemaat HKI jalan Dahlia Medan sekarang. Semua jemaat-jemaat diharuskan menyelenggarakan Pendidikan kepada anak-anak setingkat sekolah dasar.

3. Rechtperson dan Hak Menyelenggarakan Sakrament
H.Ch.B yang disebut-sebut oleh orang-orang yang tidak menyukainya sebagai kumpulan Partai Politik sangat menderita. Karena HChB tidak diakui sebagai Gereja, maka tidak diberi hak melayankan sacrament (Babtisan dan Perjamuan Kudus) oleh pemerintahan Belanda. Atas dasar ini maka Pimpinan HChB Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean dan Secretaris I.M Titoes Lumban Gaol memohon Rechtperson dan izin melayankan sacrament kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta pada tanggal 09 September 1929 dan disusul tanggal 01 Agustus 1931. Akan tetapi jawaban dari Pemerintah Belanda tidak kunjung tiba.
Karena permohonan-permohonan tidak ditanggapi, maka diputuskan untuk mengutus Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean langsung menghadap Gebernur Jenderal di Jakarta. Biaya yang dibutuhkan f. 250 (sama dengan harga 310 kaleng beras). Untuk mengusahakan biaya ini ditugaskan pengurus HChB Pantoan dan Dolok Merangir. Akan tetapi, mereka gagal untuk mencarinya.
Seluruh jemaat-jemaat di Pematang Siantar dan sekitarnya berdatangan ke Pantoan untuk mendoakan kepergian Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean Pimpinan Gereja mereka agar Tuhan menyediakan biaya yang dibutuhkan dan beliau dituntun, diperlengkapi, dikuatkan serta dipelihara oleh Tuhan dalam perjalanannya. Mereka bernyanyi dan berdoa dengan deraian air mata.
Atas dasar keyakinan, Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean berangkat ke Dolok Merangir dan besok paginya direncanakan berangkat ke Belawan. Beliau sampai disana pukul 22.30 (malam). Sekretaris I M.T LumbanGaol menginformasikan bahwa biaya yang dibutuhkan ke Batavia belum diperoleh.
Dengan lebih dulu bernyanyi dan berdoa diiringi dengan isakan tangis , dalam kegelapan malam Bapak M.T Lumban Gaol berangkat lagi untuk mengusahakannya. Beliau kembali pada pukul 01.30 (pagi) dengan membawa sejumlah uang yg dibutuhkan. seorang yang bukan warga gereja berkenan meminjamkannya kepada bapak M.T Lumban Gaol. Inilah yang memungkinkan keberangkatan Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean langsung menghadap Gebernur Jenderal di Jakarta. Dengan diiringi doa dan air mata, seluruh warga Jemaat melambaikan tangan untuk memberangkatkan Pimpinan Gereja nya ke Batavia.
Di Batavia, melalui bantuan seorang pengacara yang bernama Mr. Hanif, Voorzitter F.P Sutan Malu Panggabean dapat menemui Gubernur Jenderal Belanda di Bustenzorg (Bogor sekarang). Setelah dilakukan rapat oleh pemerintah Belanda maka pada tanggal 27 Mei 1933 (dua hari berikutnya) Rechtperson diberikan. Dan sepuluh hari berikutnya, izin melayankan Sakrament juga diberikan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Menyadari pentingnya pelayan untuk melayankan Sakrament maka pata tahun 1933 Voorzitter F.P Sutan Malu Panggabean ditahbiskan menjadi Pendeta.

4. Perluasan Nama HChB Menjadi HKI
Atas kesadaran perluasan misi Gereja dan atas kesadaran bahwa HChB bukan hanya untuk berada di Tanah Batak Saja, maka pada Synode tanggal 16-17 November 1946 nama HChB (Huria Christen Batak) diperluas menjadi HKI (Huria Kristen Indonesia). Dalam Synode ini juga dipilih Voorzitter (Ketua Pucuk Pimpinan yang baru) Pdt. T.J Sitorus. Beliau inilah yang memimpin HKI sampai Juli tahun 1978 (32 Tahun).
Akan tetapi sangat disayangkan, setelah selesai Synode, ada beberapa Jemaat dan Pendeta yang menyatakan ketidaksetujuannya pada perluasan nama ini. Mereka terpisah dari HKI dan tetap memakai nama HChB, yang kemudian diubah menjadi “Gereja Batak Kristen (GKB). Baru pada tanggal 26 Agustus 1976 Sinode GKB menyatakan diri bergabung kembali dengan HKI.

5. Kegiatan Oikumenis

a. TERISOLASI SELAMA 40 TAHUN

Seperti disebutkan di atas, bahwa Badan Zending RMG tidak mengakui HChB (HKI) sebagai Gereja. Oleh sebab itu, selain dari mempengaruhi Pemerintahan Hindia Belanda untuk mempersulit Gereja HChB memperoleh Rechtperson dan izin melayankan sacrament, juga menghambat HChB (HKI) memasuki Badan-Badan Oikumenis di Indonesia dan Internasional selama 40 Tahun. Selama 40 Tahun ini HChB (HKI) sangat menderita. Semua Perguruan Teologia di Indonesia tertutup untuk HChB (HKI). Dengan kemampuannya yang terbatas, HChB (HKI) mendidik para Pelayannya (Pendeta, Guru Jemaat, Bibelvrow dan Evangelis) selama 40 Tahun. HKI juga tidak menerima bantuan apapun dari gereja-Gereja dalam dan Luar Negeri. Gereja HKI benar-benar berdiri sendiri dalam daya, dana dan teologia. Selama 40 tahun ini juga, HChB (HKI) mencatat tiga kali kemelut internal (masa 1934-1942; 1946; 1959-1964). Akan tetapi oleh anugerah Tuhan pemilik Gereja itu dan dilandasi oleh semangat kemandirian, Gereja HChB (HKI) dapat menyelesaikan sendiri masalah internalnya.

 

B. DITERIMA DALAM KEGIATAN OIKUMENIS.

Setelah bergumul dalam doa dan melalui pendekatan-pendekatan yang sangat melelahkan, maka pada Sidang Dewan Gereja-Gereja Indonesia (DGI) tanggal 29 Oktober 1967 di Makasar (Ujung Pandang) HKI diterima menjadi Anggota DGI. Sejak HKI diterima menjadi Anggota DGI sekarang menjadi PGI, terbukalah pintu bagi HKI untuk Persekutuan Gereja-Gereja Internasional. Sekarang HKI adalah salah satu Gereja Anggota di CCA, LWF, WCC, UEM dan memiliki hubungan yang baik dengan Gereja-Gereja di Indonesia dan Gereja-Gereja Manca Negara misalnya ELCA (AMerika), LCA (Australia), Gereja Rheinland dan Wesfalia di Jerman, dan secara khusus memiliki hubungan Partnership dengan K.K Hamm Jerman.

C. Gereja Protestan pertama dalam “manjomput na sinurat”.
Kita wajar memuji Tuhan dengan nyanyian yang baru karena dalam sinode Periode HKI yang ke 61 di Suka Makmur, tanggal 18-23 Agustus 2016 HKI telah menerapkan sistem undi atau “manjomput na sinurat” untuk mengetahui siapa yang dihunjuk Sang Kepala Gereja untuk memimpin dan menggembalakan warga HKI. Ephorus dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) didapat melalui cara doa dan undi. HKI muncul sebagai gereja Protestan yang pertama di dunia dalam memakai sistem “manjomput na sinurat”. Warga jemaat HKI menyaksikan hasilnya, muzijat Tuhan nyata, damai dan kesatuan mengalir diantara sinodisten dan warga HKI. Kenyataan historis ini telah membuat HKI, 2 kali menjadi pelaku sejarah dalam kedewasaan hidup bergeraja. Pertama : 1 Mei 1927 HKI berdiri sebagai gereja mandiri di Indonesia. Kedua : Sinode HKI 28-23 Agustus 2015, HKI menjadi Gereja Protestan di dunia yang menerapkan sistem doa dan undi atau manjomput na sinurat dalam memilih pimpinan di HKI. “Pujilah Tuhan hai jiwaku”. Amin.

6. Keadaan Sekarang

Dalam umurnya yang ke 89 tahun ini, HKI sudah tersebar di persada nusantara yaitu Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Warga jemaatnya kurang lebih 355.000 jiwa dan tersebar di 781 Jemaat, 164 Resort, dan 12 Distrik/ Daerah. Dilayani oleh 202 orang Pendeta, 781 Orang Guru Jemaat 20 orang diantaranya full time,  6.248 orang sintua,  8 orang bibelvrow dan 6 Orang Diakones.

7. PENUTUP
Melihat kesetiaan Tuhan menuntun HChB yang memperluas nama-nya menjadi HKI selama 89 Tahun ini, maka kita patut beryukur kepada Tuhan serta mengevaluasi secara jujur dihadapan Tuhan sudah sejauh mana kemaksimalan pelayanan kita selama ini di HKI. Untuk kemudian bersama membangun pelayanan di HKI ini. Ingatlah bahwa motivasi dan dasar mendirikan HChB atau HKI ini seperti yang tertulis di Yakobus 1:22 yang mengatakan : “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku Firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian, kamu menipu diri sendiri”.
Tuhan memberkati.

Pucuk Pimpinan HKI
Ephorus : Pdt. M. Pahala, S.Th, MM

Ulang Tahun HKI ke 89 Tahun



PARMAHANION PUCUK PIMPINAN


Selamat Ulang Tahun HKI ke-89 tahun

1  Mei 2016

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Pengasih yang selalu memimpin umat-Nya, dimana pada tanggal 1 Mei 2016 ini, HKI genap berusia delapan puluh sembilan (89) tahun yang menorehkan catatan ringkasnya perkembangan Gereja HKI yang terus berbenah dari waktu ke waktu menuju peningkatan pelayanan.
Mari kita sambut momen ulang tahun ke-89 tahun ini  di setiap jemaat gereja dengan penuh sukacita, sehingga sesuai dengan program kerja Huria Kristen Indonesia dilaksanakan beberapa kegiatan pesta perayaan ulang tahun, acara tersebut merupakan ekspresi ucapan syukur atas pernyertaan Tuhan kepada HKI yang usianya telah mencapai 89 tahun, yang dalam perjalananya sudah mengalami banyak pergumulan disamping berkat sukacita yang diterimanya.
Kami mengajak seluruh warga jemaat untuk bangga menjadi warga HKI, karena ;
1.    Memiliki cita-cita dalam perjalanan hidup, sebagaimana visi HKI: Menjadi Gereja yang kuat iman, modern, missioner dan berdedikasi sebagai abdi Kristus – diharapkan kepada seluruh warga jemaat untuk berbuat sesuatu sebagai wujud kehadiran menjadi berkat dalam kehidupan ini, menopang pelayanan HKI dalam mensukseskan Sentralisasi secara murni ke Kantor pusat HKI.
2.    “Sebuah pengakuan bahwa Tuhan bekerja dalam suka dan duka dan Tuhan mampu melakukan apapun dalam kehidupan orang percaya. Tentu saja pengakuan itu boleh terjadi karena Tuhan telah memberikan Roh yang baru dalam hati. Dan karena Roh yang baru itu, maka setiap orang percaya harus melakukan kehendak Allah dalam kehidupan mereka untuk membaharui kehidupan. Secara khusus dalam konteks Tahun Keluarga HKI, supaya setiap warga jemaat HKI untuk memikirkan masa depan anak-anak dengan memberikan perhatian yang lebih kepada Anak-anak Sekolah Minggu, Remaja dan Naposo Bulung”
3.    Perlu kita renungkan bahwa hari jadi HKI di peringati secara nasional (Hari libur Nasional), hal ini bukan karena ketepatan tetapi Tuhan Yesus Kristus sudah menentukan hal itu sebelum HKI berdiri. Kami mengajak seluruh jemaat HKI untuk mengadakan ibadah bersama di masing-masing keluarga, dan di setiap gereja.
4.    Tema perayaan Ulang Tahun ini adalah: “Pujilah Tuhan, hai jiwaku” (Mazmur 103:1) dan Sub Tema: “Dengan Sukacita dan Semangat Kebersamaan Keluarga, kita tingkatkan pelayanan sebagai Pujian yang Nyata bagi Tuhan.”

Jadilah Pelaku Sejarah
Jadilah pelaku sejarah dan janganlah hanya penonton saja sesuai kemampuan, tenaga dan pemikiran itulah semboyan Pendiri HKI dan selalu diterapkan dalam kehidupan bergereja di HKI. Suksesnya Program HKI tersebut akan tergantung kepada kita semua jemaat HKI. Panitia, Parhalado, Praeses, Pendeta Resort, harus bersama-sama sekuat tenaga dan kemampuan yang ada agar perayaan ulang tahun ke-89 Tahun sukses tanpa cela. Sekarang jemaat HKI harus bahu membahu untuk mensukseskan pesta tersebut dan menjadi pelaku sejarah aktif. Ayo..., kaum muda jangan kalah semangat dengan semangat pendahulu kita, ikut serta dan berbuat sesuatu dalam pesta tersebut berarti kita sudah ikut menjadi pelaku sejarah.
Sekarang Gereja HKI sudah menjadi salah satu gereja yang besar di dunia. HKI sudah tersebar di persada nusantara ini, mulai dari Pematangsiantar, Tarutung, Toba, Medan, Jakarta, Kalimantan, Jawa Timur, sampai ke Pulau Bali. Warga jemaatnya kurang lebih 355.000 jiwa dan tersebar di 781 Jemaat, 164 Resort, dan 12 Distrik/ Daerah. Dilayani oleh 202 orang Pendeta, 781 Orang Guru Jemaat 20 orang diantaranya full time,  6.248 orang sintua,  8 orang bibelvrow dan 6 Orang Diakones. Pada saat ini, HKI telah menyebar Vikar Pendeta di beberapa tempat yang belum ada gereja HKI seperti, Balik Papan, Banjar Masin, Sulawesi, sampai ke Papua. Kita berharap warga jemaat atau anak-anak rantau HKI untuk tidak melupakan HKI sebagai tempatnya lahir. Sebab yang terjadi saat ini banyak sekali anak-anak HKI di perantauan melupakan, “memang benar-benar dilupakan”

Penutup
Kami mengharapkan supaya seluruh jemaat HKI mengetahui bahwa peranan kita sebagai warga HKI pada perayaan Ulang Tahun 89 tahun HKI tepat pada tanggal 1 Mei 2016 yang akan datang, apakah ada peran aktif atau hanya peran serta dalam bentuk dana saja. Untuk itu mari kita semua ikut berpartisipasi aktif membawa panji-panji Kristus dalam Ulang Tahun ke-89 tahun HKI. Sebagai penutup mari kita mengingat lagu wajib mars HKI “Las rohan O HKI dibahen Debata”. Selamat berulang Tahun ke-89 HKI sai horas ma sude Uluan dan Parhalado, Pucuk Pimpinan, Kepada Departemen, Praeses, Pendeta Resort dan semua jemaat. Soli Deo Gloria.                      
Pucuk Pimpinan HKI
   Ephorus : Pdt. M. Pahala, S.Th, MM